Kamis, 22 Desember 2011

Perlukah Privasi Jika Suami Istri, Dua Jasad Satu Jiwa

Entah dimana atau buku apa yang pernah saya baca tentang psikologi pernikahan. Yang jelas, buku itu saya baca sebelum saya menikah. Sudah cukup lama, sih, tapi yang tidak saya lupakan adalah konsep relasi suami dan istri.

Disitu dikatakan bahwa, suami istri itu soulmate (belahan jiwa), yang harus satu rasa, satu pikiran untuk satu asa. Betul, bahwa suami istri itu dua orang berbeda, berbeda pada banyak hal. Bukan hanya fisik atau biologis semata, tapi rasa, pikiran bahkan mental/psikis pun sangat-sangat berbeda. Namun ketika ijab kabul itu selesai terucap, maka bersatulah segala yang berbeda itu. Tali pernikahan diantara mereka bukan hanya untuk menyatukan yang berbeda itu, tetapi juga untuk satu asa pernikahan itu sendiri yakni sakinah (ketenangan).

Dalam penyatuan melalui pernikahan itu, suami dan istri harus satu visi. Saat masih single, mungkin saja konsep hidup mereka berbeda. Tapi setelah menikah, konsep hidup mereka harus satu. Untuk meraih satu asa itu, suami dan istri harus satu rasa dan satu pikiran. Sebab, jika berbeda, maka bukan saja keputusan yang diambil menjadi tidak berkah…. (apalagi salah satu pasangan tidak ridha), tetapi juga pilihan keputusan itu bisa menjadi percikan api yang jika dibiarkan berlarut-larut akan menjadi kobaran api.

Itulah mengapa setiap keputusan yang diambil rumah tangga suami istri itu, harus disepakati kedua belah pihak. Logika soulmate juga diwujudkan bahwa relasi suami istri itu berdampingan sehingga saling. Saling mengisi/melengkapi kekurangan masing-masing bukan diwujudkan dengan menganggap diri lebih baik satu dari yang lain, tapi karena kebutuhan untuk harus bersatu.

Selain itu, karena suami istri itu soulmate, maka keduanya tidak berjalan atau atas nama diri sendiri. Kemana dan dimana saja, masing-masing membawa nama pasangannya, walau secara fisik tidak bersama, tapi identitas pasangan akan selalu melekat. Itulah, suami istri itu bukan dua tapi satu. Suami istri itu memiliki privasi rumah tangga mereka, tidak boleh ada privasi suami atau privasi istri. (***)

1 komentar:

  1. Umi: Batalkam saha beli barang yang aku minta aku ga perlu itu. Mulai malam ini aku ga tahu ap aku bisa percaya kamu lg.Yang jelas aku semakin sadar dan yakin ada hal yg kamu sembunyikan dan aku tak boleh tahu.Selama ini aku bisa merasa tp aku mencoba menahan perasaanku.Tp sikap kamu sendiri yg malah menambah keyakinanku.Semog kamu melakukan yg benar utk hubungan kita.Tak ada paksaan utk jujur padaku tp suatu saat pasti aku akan tahu yg sebenarnya...
    Abi:Tdk ada yg kusembunyikan.B'dsr pengalaman,aq cuma gak mau ada kamu baca2 bb ato hp ku. Km gak percaya/curiga,km marah, km benci, itu sdh sering ku alami, meski kerap kali tanpa alasan yg bisa aku terima.Maaf, aku tak ada maksud merusak suasana diantara qta dg sikap semalam dan sms ini,tp klu kmu anggap ini bukan hal yg biasa, ya terserah saja.Masing2 qta punya prinsip.
    Umi:Yang aku jaga selama ini dari khotbah nikah yang aku dengar pada saat ijab qobul "suami istri sebelum nikah adalah dua, setelah selesai ijab qobul keduanya jd satu. Suami istri memiliki privasi rumah tangga, bukan privasi suami atau privasi istri.Jika memang hal ini sudah tidak berlaku lagi utk kamu ya itu hak kamu krn kamu imamnya.Yg aneh adalah jk tdk ada yg disembunyikan knp aku ga k boleh baca.Knp kamu worried dan afraid?Aku hanya manusia biasa yg bersikap spt ini krn aku mulai merasa nyaman dan sakinah.Bagaimana caranya aku bisa mendapatkan sakinah itu lg?Hal itu butuh 2 org bukan cm 1.

    BalasHapus